Minggu, 08 April 2018

BANK SENTRAL (EKONOMI MONETER DAN FISKAL 7)

BANK SENTRAL

      i.            Definisi bank sentral
Bank sentral adalah sebuah badan keuangan miliki negara yang diberikan tanggung jawab untuk mengatur dan mengawasi kegiatan-kegiatan lembaga-lembaga keuangan dan menjamin agar kegiatan badan-badan keuangan tersebut akan menciptakan tingkat kegiatan ekonomi yang stabil.

    ii.            Fungsi umum bank sentral
1.         Mencetak dan mengedarkan uang kertas/uang logam
Pemerintah memberi kekuasaan kepada bank sentral untuk mencetak uang, tugas ini dilakukan dalam rangka menjamin tersedianya uang kas yang cukup serta lalu lintas pembayaran yang efisien.

2.          Sebagai pemegang kas dan penasihat keuangan pemerintah
Bank sentral menyimpan uang milik pemerintah dan bank sentral membantu memperlancar kegiatan keuangan pemerintah dengan cara membantu dalam hal penerimaan dan pembayarannya.

3.         Memelihara cadangan bank-bank umum
Hal ini bertujuan untuk mengatur volume uang beredar serta mempermudah proses pembayaran dengan sistem clearing.


  iii.            Perkembangan Bank Sentral
Berdasarkan sejarahnya, bank sentral bukanlah suatu lembaga yang sejak awal didirikan dengan tujuan untuk menjalankan fungsinya sebagai bank sentral. Sampai dengan awal abad ke-20 tidak ada konsepsi yang jelas mengenai central banking. Konsepsi tersebut baru terlihat kemudian setelah mengalami proses panjang dan hal tersebut bukan merupakan suatu proses yang sengaja diarahkan pada terbentuk­nya konsep central banking, sehingga tidak terdapat teknik yang sistematis dan konsisten ke arah terbentuknya bank sentral.
Di banyak negara yang lebih tua, perkembangan ke arah bank sentral tersebut dimulai dari adanya suatu bank yang secara bertahap, melaksanakan berbagai macam posisi, baik bersifat lembaga pemerintah, maupun non-pemerintah yang kemudian dikenal dengan nama bank sentral. Beberapa posisi/wewenang yang dimiliki lembaga tersebut antara lain: hak untuk mengeluarkan uang  (partial mo­nopoly), dapat bertindak sebagai banker dan agen pemerintah.. Bank yang memiliki posisi tersebut dikenal sebagai "bank of issue" atau "national bank". Dalam per­kembangan selanjutnya, bank tersebut memperoleh kekuasaan yang lebih luas, sehingga muncul istilah: "central bank".
 Dari bank-bank sentral yang ada, the Riskbank of Sweden adalah yang pertama kali didirikan (yang tertua), tetapi Bank of England adalah bank of issue pertama yang memperoleh posisi sebagai bank sentral dan mangembangkan dasar-dasar "the art of central banking". Dengan demikian sejarah Bank of England secara umum diterima sebagai gambaran evolusi dasar-dasar dan teknik central banking.
Pada tahun 1920 diselenggarakan International Financial Conference di Brussel. Hasil konferensi tersebut adalah menyetujui resolusi yang menghendaki agar negara-negara yang belum mendirikan bank sentral diharapkan secepatnya untuk mendirikan bank sentral. Di samping untuk membantu pemulihan dan pemeliharaan stabilitas sistim moneter dan perbankan tetapi juga untuk kepentingan kerjasama dunia. Dimulai dengan berdirinya South African Reserve Bank di tahun 1921, bank-bank sentral didirikan di negara-negara yang sudah merdeka dan di negara-negara yang baru merdeka.
Di Indonesia, fungsi bank sentral pada masa penjajahan dilakukan oleh De Javasche Bank yang bertindak sebagai bank sirkulasi dan menjalankan beberapa fungsi bank sentral lainnya. De Javasche Bank didirikan pada tanggal 24 Januari 1828. Di samping menjalankan fungsinya sebagai bank sentral, bank tersebut juga melakukan kegiatan bank umum. Pada masa perjuangan kemerdekaan, Bank Negara Indonesia didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tanggal 5 Juli 1946 sebagai bank sentral pemerintah RI dengan tugas utama sebagai berikut :
1.       memberikan pinjaman kepada pemerintah,
2.       menarik uang tentara pendudukan Jepang untuk diganti dengan ORI (Oeang, Repoeblik Indonesia),
3.       menyediakan fasilitas kredit untuk, perusahaan-perusahaan industri dan perdagangan yang beroperasi di daerah kekuasaan pemerintah RI,
4.       membantu pembiayaan misi-misi pemerintah ke luar negeri.
Pada saat tentara Belanda menduduki Yogyakarta pada bulan Desember 1948, Bank Negara Indonesia terpaksa ditutup dan dibuka kembali tahun 1949 dengan lapangan usaha yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan keputusan Konperensi­ Meja Bundar (KMB) yang memutuskan bahwa hanya De Javasche Bank yang diberi hak untuk melaksanakan fungsi bank sentral. De Javasche Bank kemudian dinasionalisasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 tahun 1951. Pada tahun 1953 De Javasche Bank dibubarkan bersamaan dengan dikeluarkannya Undang­-Undang Pokok Bank Indonesia (UU No.11 Tahun 1953).
Berdasarkan Ketetapan Presiden No.17 tahun 1965, Bank Indonesia bersama-sama dengan Bank Koperasi Tani & Nelayan, Bank Negara Indonesia, Bank Umum Negara dan Bank Tabungan Negara dilebur ke dalam Bank Tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia (BNI). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Urusan Bank Sentral nomor KEP.65/UBS/65, bank-bank tersebut di atas menjalankan usahanya masing-masing dengan nama BNI unit I, unit II, unit III, unit IV, dan unit V. Bank Negara Indonesia unit I berfungsi sebagai bank sirkulasi, bank sentral dan bank umum.
Setelah masa Orde Baru, dilakukan penataan kembali sistem perbankan di Indon­esia dengan maksud untuk membentuk satu kesatuan sistem yang menjamin ada­nya kesatuan pimpinan dalam mengatur seluruh perbankan di Indonesia serta meng­awasi pelaksanaan kebijaksanaan pemerintah di bidang moneter. Untuk keperluan tersebut, dikeluarkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan dan UU Nomor 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral.
Berdasarkan UU No. 13 tahun 1968, BNI unit I dipisahkan kembali dari Bank Tunggal dan didirikan sebuah bank sentral di Indonesia dengan nama Bank Indo­esia. Di sisi lain, berdasarkan UU Nomor 14 tahun 1967 dan UU Nomor 13 tahun 1968, bank-bank negara yang dilebur ke dalam BNI dipisahkan kembali dan kemudian didirikan bank-bank negara baru, masing-masing dengan Undang-Undang tersendiri.

  iv.            Fungsi dan Peran Bank Sentral
Bank Sentral adalah bank yang merupakan pusat struktur moneter dan perbankan di negara yang bersangkutan dan yang melaksanakan (sejauh dapat dilaksanakan dan untuk kepentingan ekonomi nasional) fungsi-fungsi sebagai berikut:

1.       Memperlancar lalu lintas pembayaran
a.    menciptakan uang kartal
b.   menyelenggarakan kliring antar bank umum.

2.       Sebagai bankir, agen dan penasehat pemerintah.
A.      Bank Sentral sebagai bankir :
a.     memelihara rekening pemerintah
b.    memberikan pinjaman sementara
c.memberikan pinjaman khusus
d.    melaksanakan transaksi yang menyangkut jual beli valuta asing (valas)
e.    menerima pembayaran pajak
f.  membantu pembayaran pemerintah dari pusat ke daerah,
g.     membantu pengedaran surat berharga pemerintah
h.    mengumpulkan dan menganalisis data ekonomi
B. Bank sentral sebagai agen dan penasehat pemerintah :
a.       mengadministrasi dan mengelola hutang nasional
b.      memberikan jasa pembayaran bunga atas hutang
c.       memberikan saran dan informasi mengenai keadaan pasar uang dan modal.

3.   Memelihara cadangan/cash reserve bank umum
4.   Memelihara cadangan devisa negara :
a.       internal reserve, untuk keperluan jumlah uang beredar
b.      eksternal reserve, untuk alat pernbayaran internasional

5.   Sebagai bankers  bank dan lender of last resort,
6.   Mengawasi kredit
7.   Mengawasi bank (bank supervision):
a.       Prudential Supervision: pengawasan bank yang diarahkan agar individual bank dapat dijaga kelangsungan hidupnya sehingga kepentingan masyarakat dapat dilindungi.
b.      Monetary Supervision: menjaga nilai mata uang negara yang bersangkutan sehingga bank tersebut dapat menjadi penyangga kebijakan moneter maupun kebijakan ekonomi pemerintah lainnya.

    v.            Neraca Bank Sentral
Kegiatan bank sentral di dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter tercermin pada bentuk umum neraca yang disusun. Secara singkat pos-pos atau  rekening utama pada neraca bank sentral adalah sebagai berikut :
1.   Kekayaan (Assets)
a.         Cadangan, yang meliputi :
1.         Sertifikat Emas
2.         Special Drawing Rights (SDR)
3.         Valuta Asing
b.         Pinjaman yang diberikan (loans), terutama kepada bank umum.
c.          Surat berharga (sebagian besar adalah surat berharga milik pemerintah).
d.         Kekayaan lain-lain, dapat berupa  tanah, gedung atau peralatan-peralatan,
2.  Hutang (Liabilities)
a.         Uang kertas
b.         Deposito merupakan bagian terbesar adalah deposito bank umum.
c.          Surplus diperoleh dari : bunga surat berharga yang ditahan, bunga pinjaman yang diberikan dan dari kegiatan lain.
d.         Lain-lain (misalnya: pengeluaran yang belum dibayar).
e.         Dari uraian di atas jelas tampak bahwa pada dasarnya kekayaan bank sentral diperoleh dengan menciptakan hutang terhadap dirinya sendiri. Seperti pada contoh pembelian surat berharga, kekayaan yang berupa surat berharga ini dapat diperoleh dengan menciptakan hutang berupa deposito bank umum.

  vi.            Tujuan dan peran bank sentral (bank Indonesia)
A.        Tujuan Bank Indonesia Dalam UU‐BI secara tegas dinyatakan dalam Pasal 7 bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang merupakan single objective Bank Indonesia. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin dari perkembangan laju inflasi serta kestabilan terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan Bank Indonesia dalam bentuk single objective ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang akan dicapai dan batasan tanggung jawab yang harus dipikul oleh Bank Indonesia. Hal ini berbeda dengan tujuan Bank Indonesia dalam Undang‐undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral yang dirumuskan secara umum yaitu “meningkatkan taraf hidup rakyat”.

B.         Tugas Bank Indonesia Dalam rangka mencapai tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan 3(tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu: ‐ menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, ‐ mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, ‐ serta mengatur dan mengawasi bank.

Agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut dapat dicapai secara efektif dan efisien, maka ketiga tugas tersebut harus diintegrasikan.
1)         Tugas Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
Untuk mencapai tujuan Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai rupiah, Pasal 10 UU‐BI menegaskan bahwa Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi serta melakukan pengendalian moneter melalui berbagai cara antara lain :
1.         operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing;
2.         penetapan tingkat diskonto;
3.         penetapan cadangan wajib minimum;
4.         pengaturan kredit atau pembiayaan

Cara-cara pengendalian moneter tersebut dapat dilaksanakan juga berdasarkan prinsip syariah. Sasaran laju inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia atas dasar tahun kalender dengan memperhatikan perkembangan dan prospek ekonomi makro. Penetapan sasaran laju inflasi tersebut terutama dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan harga yang secara langsung dipengaruhi oleh kebijakan moneter. Sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia tersebut dapat berbeda dengan asumsi laju inflasi yang dibuat oleh Pemerintah dalam rangka penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang didasarkan pada tahun fiskal.

2)         Peran Bank Indonesia sebagai Lender of the Last Resort
Sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas pengendalian moneter, Bank Indonesia juga mempunyai fungsi lender of the last resort, yang memungkinkan Bank Indonesia membantu kesulitan pendanaan jangka pendek yang dihadapi bank. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia hanya membantu untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek karena adanya mismatch yang disebabkan oleh resiko kredit atau resiko pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, resiko manajemen, atau resiko pasar. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kredit atau pembiayaan dimaksud, yang pada gilirannya akan dapat mengganggu efektifitas pengendalian moneter, maka pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibatasi selama‐lamanya 90 hari. Disamping itu, kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut harus dijamin dengan surat berharga yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan.

3)         Kebijakan Nilai Tukar
Pasal 12 UU-BI menetapkan bahwa Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan nilai tukar yang ditetapkan. Penetapan nilai tukar dilakukan oleh Pemerintah dalam bentuk Keputusan Presiden berdasarkan usul Bank Indonesia.

Kewenangan Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan nilai tukar ini antara lain dapat berupa :
1.         dalam sistem nilai tukar tetap berupa devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing;
2.         dalam sistem nilai tukar mengambang berupa intervensi pasar;
3.         dalam nilai tukar mengambang terkendali berupa penetapan nilai tukar harian serta lebar pita intervensi.

4)         Kewenangan dalam Mengelola Cadangan Devisa
Dalam Pasal 13 UU‐BI dirumuskan bahwa Bank Indonesia mengelola cadangan devisa. Dalam rangka pengelolaan cadangan devisa tersebut, Bank Indonesia melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa serta dapat menerima pinjaman luar negeri. Yang dimaksud dengan cadangan devisa adalah cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat pada sisi aktiva Bank Indonesia yang antara lain berupa emas, uang kertas asing, dan tagihan lainnya dalam valutas asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri. Pengelolaan cadangan devisa oleh Bank Indonesia dilakukan melalui berbagai jenis transaksi devisa yaitu menjual, membeli, dan/atau menempatkan devisa, emas dan surat‐surat berharga secara tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman.
Dalam melakukan pengelolaan cadangan devisa, Bank Indonesia selalu mempertimbangkan 3 azas utama dengan skala prioritas, yaitu likuiditas (liquidity), keamanan (security) tanpa mengabaikan prinsip untuk memperoleh pendapatan yang optimal (profitability).

5)         Penyelenggaraan Survei
Untuk melaksanakan kebijakan moneter secara efektif dan efisien, diperlukan data/informasi ekonomi dan keuangan secara tepat waktu dan akurat. Untuk memperoleh data/informasi tersebut, Bank Indonesia dapat menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu‐waktu yang dapat bersifat makro atau mikro. Pelaksanaan survei tersebut dapat dilaksanakan oleh pihak lain berdasarkan penugasan Bank Indonesia. Dalam penyelenggaraan survei, setiap badan wajib memberikan keterangan dan data yang diperlukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain yang ditugaskan. Bank Indonesia atau pihak lain yang ditugaskan untuk melakukan survei tersebut wajib merahasiakan sumber dan data individual kecuali yang secara tegas dinyatakan lain dalam undang undang.

6)         Tugas Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
Kewenangan Bank Indonesia dalam mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran diatur dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 23 UU-BI. Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia berwenang untuk melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan kegiatannya serta menetapkan penggunaan alat pembayaran. Persetujuan terhadap penyelenggaraan jasa sistem pembayaran dimaksudkan agar penyelenggaraan jasa sistem pembayaran oleh pihak lain memenuhi persyaratan, khususnya persyaratan keamanan dan efisiensi. Kewajiban penyampaian laporan berlaku bagi setiap penyelenggara jasa sistem pembayaran. Hal ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat memantau penyelenggaraan sistem pembayaran. Penetapan alat pembayaran dimaksudkan agar alat pembayaran yang digunakan dalam masyarakat memenuhi persyaratan keamanan bagi pengguna. Termasuk dalam wewenang ini adalah membatasi penggunaan alat pembayaran tertentu dalam rangka prinsip kehatihatian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan tersebut di atas, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap penyelenggara jasa sistem pembayaran.

7)         Pengaturan dan Penyelenggaraan Kliring serta Penyelesaian Akhir Transaksi
Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing yang meliputi sistem kliring domestik dan lintas negara. Penyelenggaraan kegiatan kliring antarbank baik dalam rupiah maupun valuta asing serta penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain yang mendapat persetujuan dari Bank Indonesia .

8)         Mengeluarkan dan Mengedarkan Uang
Sesuai dengan amanat UUD 1945, Bank Indonesia merupakan satusatunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran uang rupiah. Termasuk dalam kewenangan ini adalah mencabut, menarik serta memusnahkan uang serta menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan dan penentuan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah. Sebagai konsekuensi dari ketentuan tersebut, maka Bank Indonesia harus menjamin ketersediaan uang di masyarakat dalam jumlah yang cukup dan dengan kualitas yang memadai. Uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dibebaskan dari bea meterai. Bank Indonesia dapat mencabut dan menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan penggantian dengan nilai yang sama. Konsekuensi dari ketentuan ini maka Bank Indonesia harus memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk :

1.         melakukan penukaran uang dalam pecahan yang sama dan pecahan lainnya;
2.         melakukan penukaran uang yang cacat atau dianggap tidak layak untuk diedarkan;
3.         menukarkan uang yang rusak sebagian karena terbakar atau sebab lain dengan nilai yang sama atau lebih kecil dari nilai nominalnya yang bergantung pada tingkat kerusakannya.

9)         Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank
Pengaturan dan Pengawasan Bank merupakan salah satu tugas Bank Indonesia sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 UU‐BI. Dalam rangka melaksanakan tugas ini, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu bank, melaksan akan pengawasan bank, serta mengenakan sanksi terhadap bank. Selain itu, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan‐ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati‐hatian.

Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, Bank Indonesia :
1.         memberikan dan mencabut izin usaha bank;
2.         memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank;
3.         memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank;
4.         memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan‐kegiatan usaha tertentu.

Pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia meliputi pengawasan langsung dan tidak langsung. Bank Indonesia berwenang mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dimana hal ini dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank apabila diperlukan. Pemeriksaan terhadap bank dilakukan secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan dan dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank apabila diperlukan.

Bank dan pihak lain tersebut wajib memberikan kepada pemeriksa:
1.         keterangan dan data yang diminta;
2.         kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya;
3.         hal‐hal lain yang diperlukan seperti salinan dokumen yang diperlukan dan lain‐lain.

10)     Pengalihan Tugas Pengawasan Bank
Dalam UU‐BI ditetapkan bahwa tugas mengawasi bank akan dialihkan kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan independen yang dibentuk berdasarkan undang‐undang selambat‐lambatnya 31 Desember 2002. Tugas yang dialihkan kepada lembaga ini tidak termasuk tugas pengaturan bank serta tugas yang berkaitan dengan perizinan. Lembaga pengawasan independen ini akan melakukan pengawasan terhadap semua lembaga jasa keuangan seperti bank, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan serta badan‐badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar