IDENTIFIKASI
YANG DILARANG DALAM
KEUANGAN
SYARI’AH
Islam adalah
agama yang kompherensif ajarannya. Islam dapat menjadi bidang-bidang kajian
aqidah, akhlak dan syariah. Aqidah bermakna aturan yang berhubungan dengan
masalah keyakinan atau yang dikenal dengan rukun iman (arkanul iman), yang terdiri
atas 6 rukun yaitu : iman kepada allah, iman kepada malaikat allah, iman kepada
kitab allah, iman kepada rasull allah, iman kepada hari kiamat dan iman kepada
Qadar dan takdir allah. Akhlah berhubungan dengan pernyataan dan tindakan ihsan
dari manusia terhadap allah atau sesama manusia. Dengan rumusan yang menyangkut
seolah-olah kita melihat allah, kalau kita tidak melihat allah, sesungguhnya
allah melihat kita. Sementara syari’ah, adalah bidang yang berkaitan dengan
masalah hukum atau aturan. Didalamnya terdapat
dua hukum besar, yaitu hukum ibadah dan
hukum muamalah. Berikut akan dibahas tentang kaidah-kaidah hukum muamalah yang
berkaitan dengan hukum muamalah.
SYARI’AH DAN HUKUM KEUANGAN
Rasulullah secara tegas mengatakan dalam
sabdanya, bahwa (bisnis,berusaha) adalah suatu lahan yang paling banyak
mendatangkan keberkahan. Namun harus, dipamahami, bahwa praktik-praktik bisnis
(usaha) yang seharusnya dilakukan setiap manusia, menurut ajaran islam (syari’ah)
telah ditentukan batas-batasnya. Oleh karena itu, islam memberikan kategori
usaha yang diperbolehkan (halal) dan usaha yang dilarang (haram). Didalam syari’ah
diatur mengenai ibadah dan muamalah. Hukum asal ibadah menyatakan; segala sesuatu yang dilarang dikerjakan, kecuali yang ada
petunjuk/perintah-nya dalam alqur’an atau sunnah. Sementara hukum muamalah
menyatakan ; segala sesuatunya dibolehkan
kecuali ada larangan dalam al-qur’an dan sunnah. Penjelasan mengenai syari’ah
dalan kehidupan manusia (termasuk dalam bidang ekonomi dijabarkan dalam ilmu
fiqh, yang biasa dikenal dengan fiqh muamalah). Hubungan antara syariah dan
fiqh adalah fiqh merupakan penafsiran ulama terhadap syari’ah.
PERBANKAN
BERBASIS BUNGA ATAU KONVENSIONAL MENGANDUNG BEBERAPA KELEMAHAN, YAITU :
1.
Transaksi berbasis bunga melanggar keadilan atau kewajaran bisnis.
2.
Tidak fleksibelnya system transaksi berbasis bunga menyebabkan
kebangkrutan.
3.
Komitmen bank untuk menjaga keamanan uang deposan berikut membuat
bank cemas untuk mngembalikan pokok dan bunganya.
4. System transaksi berbasi bunga mengalangi munculnya inovasi oleh
usaha kecil.
5. Dalam system bunga, bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha
kecuali bila ada
jaminan kepastian pengembalian modal dan pendapatan bunga
mereka.
Dengan penjelasan
sebagai berikut :
Transaksi
berbasis bunga melanggar keadilan atau kewajaran bisnis. Dalam bisnis, hasil
dari setiap perusahaan selalu tidak pasti. Peminjam sudah berkewajiban untuk
membayar tingkat bunga yang disetujui walaupun perusahaannya mungkin rugi. Meskipun
perusahaan untung, bisa jadi perusahaan yang dibayarkan melebihi keuntungannya.
Hal ini jelas bertentangan dengan norma keadilan dalam islam.
Dalam system bunga, bank tidak akan
tertarik dalam kemitraan usaha kecil bila ada jaminan kepastian pengembalian
modal dan pendapatan bunga mereka. Setiap rencana
bisnis yang diajukan kepada mereka selalu diukur dengan kriteria ini. Jadi,
bank yang bekerja dengan system ini tidak mempunyai insentif untuk membantu
suatu usaha yang berguna bagi masyarakat dan para pekerja. System ini
menyebabkan misallocation sumber daya
dalam masyarakat islam.
Berangkat dari beberapa kelemahan system
perbankan konvensional tersebut, maka perbankan syari’ah diharapkan mendapatkan
kebebasan dalam mengembangkan produknya sendiiri, sesuai dengan teori perbankan
syari’ah. Jikak kebebasan ini dapat diajukan maka secara ideal akan memberikan
manfaat bagi :
a.
Terpeliharanya aspek keadilan bagi para pihak yang bertransaksi.
b.
Lebih menguntukan dibandingkan perbankan konvensional
c. Dapat memelihara kestabilan nilai tukar mata uang karena selalu
berkaitan dengan transaksi riil, bukan sebaliknya.
d.
Transparasi menjadi sifat yang melekat (inheren)
e.
Memperluar aplikasi syariah dalam kehidupan masyarakat muslim.
PRINSIP MUAMALAH DALAM ISLAM
Suatu aktivitas
atau transaksi ekonomi atau non-ekonomi dilarang karena penyebabnya. Faktor penyebab
suatu transaksi tersebut dilarang yaitu :
1.
Haram zatnya
Haram zatnya
berate zat barang yang ditrasaksikan adalah haram. Transaksi atas barang
demikian ini dilarang karena objek (barang/jasa) yang ditransaksikan juga
dilarang. Misalnya, minuman keras, bangkai, daging babi, dan
sebagainya.sebagaimana allah menegaskan melalui firman, yaitu:
”sesungguhnya allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,
daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain allah.
Tetapi barang siapa yang dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui
batai, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya allah maha pengampun
lagi maha penyayang.” (QS. Al-baqarah: 173)
Jadi transaksi jual beli minuman keras
adalah haram, walaupun akad jual belinya sah. Dengan demikian jika ada nasabah
yang mengajukan pembiayaan pembeliaan minuman keras kepada bank dengan akad
mudharabah, maka walaupun akadnya sah tetapi transaksi ini haram karena objek
transaksinya haram.
2.
Haram selain
zatnya
Sesuatu dapat
menjadi haram, bukan karena zatnya haram. Namun, sesuatu itu dapat
dikategorikan menjadi barang haram jika cara mendapatkannya dilarang menurut
hukum islam. Cara-cara untuk mendapatkan sesuatu yang diharamkan menurut syari’ah
diantaranya adalah karena caranya melanggar prinsip-prinsip muamalah, yaitu:
1.
Melanggar prinsip saling ridho “an taradin minkum”
2.
Melanggar prinsip saling dhalim “Ia tadzlimun wa la tudzlamun”
Transaksi yang
termasuk melanggar prinsip an taradiin minkum adalah ; transaksi penipuan (tadlis); ketidak jelasan (gharar); rekayasa pasar( dalam supply/ikhtikar); rekayasa pasar
(dalam demand/bai’ najasi), dengan
penjelasan sebagai berikut:
Tadlis
Dalam setiap
transaksi dalam islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua bela
pihak (sama-sama ridha). Mereka harus mempunyai informasi yang sama (complete
information) sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi(ditipu) karena ada
sesuatu yang unknown to one party
(keadaan dimana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang
diketahui pihak lain, ini disebut juga assymetric information) unknown one
party dalam bahasa fiqhnya disebut tadlis, dan dapat terjadi dalam 4 hal, yaitu
:
1.
Kuantitas
2.
Kualitas
3.
Harga
4.
Waktu penyerahan
Ikthikar
(rekayasa pasar dalam supply)
Rekayasa supply
terjadi bila seorang produsen/penjual mengambil keuntungan diatas keuntungan
normal dengan cara mengurangi supply agar harga produk Rekayasa supply terjadi
bila seorang produsen/penjual mengambil keuntungan diatas keuntungan normal
dengan cara mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya naik. hal
seperti ini biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier (hambatan masuk). Yakni
menghambat produsen/penjual lain masuk kepasar, agar ia menjadi pemain tunggal
di pasar(monopoli) dan biasa juga disebut penimbunan.
Bai najasy
(rekayasa pasar dalam demand)
Bai najasy
terjadi bila seorang produsen menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada
banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga penjualan produk itu akan
naik. hal ini terjadi misalnya, dalam bursa saham (praktik goring-menggoreng
saham), bursa valas, dll. Cara yang ditempuh bisa bermacam-macam, mulai dari
menyebarkan isu, melakukan order pembelian, sampai benar-benar melakukan
pembelian pancingan agar tercipta sentiment pasar untuk membeli saham(mata
uang) tertentu.
RIBA
Masalah riba
akan dibahas lebih rinci melalui ilmu fiqh :
a.
Riba fadl
Riba fadl disebut juga riba buyu’, yaitu riba yang timbul akibat
pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya
(mist/an bi mist/in), sama kuantitasnya (sawa-an bi sawa-in), dan sama waktu
penyerahannya (yadan biyadin). Pertukaran missal ini mengandung gharar,
yaitu ketidak jelasan bagi kedua pihak
akan nilai masing-masing barangyang dipertukarkan. Ketidakjelasan ini dapat
menimbulkan kezaliman terhadap salah satu pihak dan pihak lainnya.
b.
Riba nasi’ah
Riba nasi’ah disebutt juga riba duyun yaitu riba yang timbul akibat utang piutang yang
tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko (al ghunmu bil ghurmi) dan
hasil usaha muncul bersama biaya (al-kharaaj bi dhaman). Transaksi semisal ini
mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban, hanya karena berjalan waktu.
c.
Riba jahiliyah
Riba
jahiliyah adalah utang yang dibayar melalui pokok pinjaman, karena si peminjam
tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan. Riba jahiliyah
dilarang karena terjadi pelanggaran kaidah “kullu qardin jarra manfa’atan
fahuwa riba” (setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba). Memberi pinjaman
adalah transaksi kebaikan (tabarru), sedangkan meminta kompensasi adalah
transaksi bisnis (tijarah). Jadi,
transaksi yang dari semula diniatkan sebagai transaksi kebaikan tidak boleh
diubah menjadi transaksi yang bermotif bisnis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar